A man is a success,
if he gets up in the morning,
and gets to bed at night,
and in between...
he does what he wants to do.
Bob Dylan.

a bunch of this and that

Desember 08, 2011

Holiday. Getaway.



Seperti yang dilantunkan oleh Ezra Koenig di lagu lagu Vampire Weekend – Holiday, liburan memang saat yang ditunggu-tunggu. Saya dan beberapa teman saya merencanakan liburan di awal bulan November. Kami ingin mengunjungi Gili Trawangan. Sebuah pulau kecil dengan nuansa khas tropis di Nusa Tenggara Barat yang lebih menjadi destinasi liburan favorit turis asing ketimbang turis domestik.

Dari jauh-jauh hari, Saya, dan dua teman saya, Lika dan Reza, sudah membuat rencana. Kami juga mengajak beberapa teman lainnya, tapi sayang terkendala oleh pekerjaan mereka masing-masing. Maka, hanya Saya, Lika, Reza, dan Anka, yang merupakan adik lika, yang akhirnya berangkat ke Gili Trawangan.
Kami berencana menghabiskan 5 hari 4 malam di Gili Trawangan. Kami pun memperkirakan biaya yang harus dikeluarkan untuk menunaikan liburan tersebut. Kami memutuskan untuk menaiki maskapai Lion Air tujuan Jakarta-Mataram. Karena di H-7, mereka mematok harga yang cukup masuk akal, yaitu 1 juta untuk pulang pergi Jakarta-Mataram-Jakarta. Lika pun dengan baik hati memesan tiket melalui situs resmi Lion Air, dengan menggunakan kartu kreditnya terlebih dahulu. Selanjutnya kami membayar sesuai dengan biaya yang tertera.

Penerbangan yang kami ambil adalah penerbangan pagi. Menurut tiket yang dibeli, kami akan berangkat pukul 9 pagi WIB. Keputusan ini kami ambil mengingat perjalanan dari Bandara Internasional Lombok (yang baru saja dibangun dan diresmikan beberapa wakt
u yang lalu) menuju pelabuhan Bangsal cukup memakan waktu. Apalagi dengan kenyataan bahwa public boat yang akan membawa kami menyeberang ke Gili Trawangan, hanya melayani sampai pukul 4 sore.
Maka Saya, Reza, dan Anka pun memutuskan untuk menginap di tempat kos Lika, sehari sebelumnya. Supaya besok paginya bisa berangkat bersama ke bandara. Saya pribadi takut ketiduran kalau harus berangkat sendirian dari rumah!
Taksi yang kami tumpangi melaju dari tempat kos Lika di daerah Senayan menuju Bandara Soekarno Hatta pada pukul 6 pagi. Tanpa dinyana, jalanan menuju bandara pagi itu lancar sekali. Tanpa
banyak mengalami kendala, kami sampai di bandara pada pukul 7. Alhasil, banyak waktu yang harus dibuang di bandara. Kami pun memutuskan untuk sedikit mengisi perut sebelum masuk ke dalam. Donat dan kopi jadi pilihan pagi itu.


Setelah melalui proses check in dan membayar airport tax sebesar 40ribu rupiah, kami pun memasuki boarding room. Thank god! Penerbangan kami tidak mengalami penundaan jadwal oleh maskapai yang memang terkenal dengan layanan delay-nya ini. Segera setelah kami menempati tempat duduk masing-masing di dalam pesawat, rasa kantuk pun menyerang. Setelah pesawat berada ribuan kaki di udara, saya pun memasang earphone, dan memutar playlist liburan yang sudah saya susun sebelumnya di iPhone saya. Maka, lantunan merdu dari The Beach Boys, Vampire Weekend, Devendra Banhart, Empire of the Sun, Little Joy, The Libertines, The Pains of Being Pure at Heart, Sigur Ros, The Trees And The Wild, Weezer, dan Yeasayer, mengantar saya mempersiapkan mental berlibur, dan tertidur pulas di pesawat.

Tidak berapa lama kemudian, kami pun tiba di Bandara Intern
asional Lombok.

Saat kami melangkahkan kaki ke area luar dari bandara tersebut, waktu setempat menunjukkan pukul 12 siang. Ya, daerah ini masuk di daerah WITA, yang berarti lebih cepat satu jam daripada waktu Jakarta.
Sebelum memutuskan akan menggunakan transportasi apa selanjutnya, saya melangkahkan kaki menuju mesin ATM BCA. Berhubung saya belum tahu seperti apa kondisi di Gili Trawangan, dan menurut beberapa blog yang saya baca, tidak terdapat banyak mesin ATM disana, saya rasa akan lebih aman kalau saya membawa uang tuna
i. Saya pun mengambil beberapa lembar uang rupiah pecahan seratus ribu dari mesin ATM.

Lika menganjurkan agar kami menaiki bis DAMRI terlebih dulu, seb
elum nantinya melanjutkan naik taksi. Bis DAMRI ini akan mengantar kami sampai ke kota Mataram. Dari situ lah nantinya kami akan melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Bangsal dengan menggunakan taksi. Tanpa disangka, perjalanan dari bandara ke pool Damri di daerah Swate cukup memakan waktu. Kurang lebih selama satu setengah jam kami dibuat kedinginan di dalam bis tersebut. Beruntung saat turun di pool DAMRI, sudah ada taksi Blue Bird yang baru saja mengantar penumpangnya. Maka kami pun menaiki taksi tersebut, dan minta diantarkan ke pelabuhan Bangsal.
Supir taksi tersebut memberikan beberapa saran yang lumayan baik. Seperti, pilihan jalur yang akan ditempuh saat menuju pelabuhan Bangsal. Ada dua jalur yang bisa ditempuh. Satu, melewati daerah pariwisata pantai di Lombok, yaitu Senggigi. Kami bisa
mendapatkan scenery indah selama perjalanan. Namun perjalanan akan memakan waktu lama, karena jarak yang lumayan jauh. Sementara pilihan kedua adalah berjalan lurus ke Utara melalui Monkey Forest. Tidak banyak pemandangan yang bisa memanjakan mata. Karena sepanjang jalan kami disuguhi dengan jalan berkelok khas daerah kaki gunung. Tapi jarak yang ditempuh tidak sejauh pilihan pertama.

Sebelum melintasi Monkey Forest, tidak lupa saya minta diantarkan ke mini market terdekat. Untuk membeli sandal jepit, karena saya lupa membawa sandal jepit. Tidak sudi rasanya kalau sepatu Sperry boatshoe ini sampai terkena pasir, apalagi air laut!

Sampai di pelabuhan Bangsal, kami masih harus menaiki Cidomo ke area dalam. Cukup membayar 20ribu, tanpa harus menanyakan lebih lanjut lagi soal harganya. Karena kalau menanyakan soal harga, kusir cidomo akan mematok harga yang lebih mahal. Bisa sampai 15ribu per orang!

Turun dari cidomo, kami sampai di area pinggiran pelabuhan. Saatnya untuk membeli tiket public boat untuk menyebrang.
Hati-hati disini! Karena banyak orang yang akan membuat bingung. Seolah-olah mereka menjual tiket public boat, padahal mereka hanya menjual tiket untuk chartered boat dan shuttle boat, yang tentu saja jauh lebih mahal dari public boat. Kami sempat terkecoh dengan memasuki salah satu rumah yang terlihat seperti penjual tiket public boat. Dibuat bingung selama beberapa menit, kami akhirnya memutuskan untuk masuk saja ke dalam area pelabuhan. Dan benar saja, di pinggir pelabuhan ada satu counter kecil yang menjual tiket public boat! Jadi, kalau mau ke Gili Trawangan, begitu sampai di pelabuhan Bangsal, langsung saja berjalan ke dalam, sampai di pinggir laut, untuk kemudian membeli tiket di counter yang terletak tidak jauh dengan garis pantai.
Untuk menggunakan layanan penyeberangan public boat, biaya yang harus dikeluarkan tidak mahal. Cukup dengan 10ribu rupiah per orang. Tapi tidak enaknya adalah, kami harus menunggu sampai perahu tersebut penuh, baru akan jalan menyeberang ke Gili Trawangan. Maka kami pun harus menunggu sampai penumpang berjumlah 20 orang, baru kami
memasuki perahu. Oh iya, batas penumpang ini seperti berbeda-beda, tergantung perahunya. Karena ada yang menunggu sampai 20 orang, tapi ada juga yang hanya menunggu sampai 16 orang.

Di atas perahu, kami duduk berdampingan dengan orang-orang lain yang juga menuju Gili Trawangan. Berhubung saya mabuk laut, maka saya tidak lupa untuk menenggak sebutir pil antimo sebelum perahu melaut.
Rasanya unik melihat seisi perahu. Karena terdiri dari anak buah kapal, turis lokal seperti kami, turis asing dari berbagai negara, dan tidak lupa penduduk lokal Gili Trawangan yang baru saja membeli perlengkapan hidup di Lombok. Karena memang untuk membeli sesuatu apa pun, mereka harus menyebrang ke Lombok. Namanya juga pulau kecil.

Selama kurang lebih 40 menit, kami dibawa mengarungi laut tenang menu
ju Gili Trawangan. Sepanjang perjalanan, kami dibawa melewati 2 Gili lainnya, yaitu Gili Air dan Gili Meno. Di tengah-tengah perjalanan, tentu saja perahu dibuat bergoyang oleh ombak. Tapi tenang saja, ombak disini terhitung tenang, tidak terlalu besar. Jadi tidak terlalu banyak goncangan yang dirasakan. Hanya saja, saat penumpang yang tersebar di sisi kiri dan kanan perahu tidak seimbang jumlahnya, maka perahu akan bergoyang dengan lebih hebat lagi.
Ada kejadian yang menegangkan di penyeberangan ini. Di tengah perjalanan, tiba-tiba terdengar bunyi keras seperti benda keras menghantam sisi badan perahu. Anak buah kapal pun panik dan berteriak, untuk selanjutnya berlari ke bagian depan perahu dan melihat ada apa gerangan yang terjadi. Ternyata bunyi keras tersebut dihasilkan oleh jangkar yang secara tiba-tiba terlepas dari ikatannya dan terjatuh ke dalam laut. Anak buah kapal tersebut tentu saja berteriak kepada rekannya yang ada di belakang perahu un
tuk segera menghentikan laju kapal. Bayangkan saja apa yang terjadi kalau perahu kecil ini terus berjalan dengan keadaan jangkar yang sudah jatuh ke laut? Bisa saja perahu ini tertarik dan terbalik! Dengan sigap, anak buah kapal yang ada di bagian depan menarik jangkar untuk kemudian mengikatnya dengan lebih kuat. Perjalanan pun berlanjut.
Akhirnya, sampai juga kami di pelabuhan Gili Trawangan. Dengan semangat, saya menuruni perahu, untuk selanjutnya berjalan perlahan me
masuki area pulau tersebut. Senyum terkembang. Inilah liburannya. Saya akan berlibur disini selama beberapa hari ke depan.





























Tanpa banyak basa basi, kami langsung berjalan untuk mencari penginapan. Sambil melihat-lihat sekeliling, kami berjalan di jalan utama Gili Trawangan yang h
anya berukuran sekitar 3-4 meter lebarnya. Kami berjalan ke arah Utara, karena menurut blog yang kami baca, disitulah banyak penginapan murah terletak. Sementara kalau berjalan ke arah Selatan, maka akan ditemui berbagai macam cafe, restaurant, dan resort menengah keatas dengan harga mahal tentunya.Setelah berjalan lumayan jauh, akhirnya kami memutuskan untuk segera menentukan penginapan mana yang akan kami pilih. Kami bertemu dengan seorang pemuda bernama Wen, yang menawarkan penginapan pada kami. Dia menganjurkan kami untuk melihat kamarnya terlebih dulu, baru menentukan akan menginap disitu atau tidak. Kami pun mengiyakan ajakannya.

Kami berjalan menyusuri gang yang lebih kecil lagi ukurannya daripada jalanan utamanya. Rasa-rasanya, mobil tidak akan cukup melalui gang yang saat ini kami lalui. Oh iya, di Gili Trawangan tidak ada satu pun kendaraan bermotor. Baik itu mobil ataupun sepeda motor. Yang ada hanya cidomo dan sepeda. Keadaan ini membuat Gili Trawangan lebih bebas dari polusi. Tapi tidak dengan polusi penciuman, karena di beberapa area terlihat kotoran kuda yang terjatuh dari tempatnya, dan menimbulkan bau yang lumayan menyengat, hehehe.

Setelah berjalan sekitar 200 meter, akhirnya kami sampai di penginapan yang bernama You and Me Homestay. Penginapan ini hanya memiliki 2 kamar di areanya. Dikelilingi dengan tembok lumayan tinggi, sebuah gazebo di bagian depan, dan taman kecil yang dipenuhi berbagai tanaman dengan bunga yang berwarna-warni. Lumayan juga. Kami segera mengecek bagian dalam kamarnya. Di dalamnya tidak terdapat AC. Hanya ada 2 buah kipas angin untuk mengusir panas. Sebuah kasur berukuran sedang tedapat di dalamnya. Sebuah lemari di sudut, dan sebuah kamar mandi dengan wc duduk dan shower. Disediakan juga sebuah dispenser lengkap dengan galon untuk air minum selama menginap. Ada juga extra bed yang sudah tersedia dan bisa digunakan tanpa dikenakan biaya tambahan.


Kami memutuskan untuk menyewa dua kamar di penginapan ini. Sayang, di malam pertama, kamar satu lagi masih ditempati oleh turis asing. Dia baru akan check out esok paginya. Maka kami baru bisa menggunakan kamar tersebut esok siang. Ya sudah lah, malam ini kami akan tidur berempat di satu kamar terlebih dulu.

Saat menanyakan perihal biaya sewanya, Wen bertanya akan berapa hari kami menginap disana. Saat mengatakan 4 malam, Wen pun memberi harga yang lumayan murah. Yaitu 80 ribu rupiah semalam. Harga ini dibawah ekspektasi kami. Karena saya pribadi berpikiran bahwa dia akan membuka dengan harga sekitar 120-150ribu rupiah terlebih dahulu, baru kami akan melakukan proses tawar menawar. Kami pun setuju untuk menginap disitu tanpa melalui proses tawar menawar.
Segera kami memasuki kamar dan menaruh semua barang bawaan kami. Karena harus diakui, membawa backpack besar sambil berjalan kaki daritadi ternyata cukup melelahkan. Kami pun melepas lelah sejenak di halaman depan penginapan tersebut. Sambil sesekali menyeruput kopi dan menghisap rokok, kami mulai menyusun rencana untuk malam harinya. Hal pertama yang kami lakukan adalah, mencari makan. Karena memang kami belum makan dari siang tadi. Sepanjang hari ini, hanya donat tadi pagi yang masuk ke perut kami.
Sambil memilih tempat makan yang ada di sebuah majalah panduan, kami berjalan keluar dari penginapan. Akhirnya pilihan kami adalah menyambangi sebuah tempat dengan nama Warung Indonesia untuk makanan pertama kami di Gili Trawangan. Tempat ini kami pilih dengan asumsi mereka menyediakan makanan lokal (yaitu nasi lengkap dengan lauk-lauknya), karena tingkat kelaparan kami ini sudah luar biasa.


Kami sempat dibuat bingung dengan letak Warung Indonesia. Karena tempat ini terletak tidak di pinggir jalan utama. Melainkan agak masuk ke dalam, bersebelahan dengan deretan penginapan dan rumah-rumah penduduk lokal. Begitu melangkahkan kaki ke dalam Warung Indonesia, terlihat poster yang menampilkan menu andalan mereka. Dan itulah yang jadi pilihan saya sore itu, nasi campur.
Awalnya, saya pikir nasi campur ini akan menjadi serupa dengan nasi campur seperti di Bali. Lengkap dengan daging atau sate babi. Tapi ternyata tebakan saya salah. Karena mayoritas penduduk di Gili Trawangan adalah Muslim, jadi nasi campur ini pun tidak mengandung babi. Lauk yang ada di nasi campur ini cukup beragam. Mulai dari rendang, ayam goreng, teri dan kacang balado, sayur bayam, sayur toge, tahu goreng, dan orek tempe. Lengkap dengan sambal yang tentunya pedas!

Selesai melahap makanan pertama kami di Gili Trawangan, kantuk pun menyerang. Maklum, kami terbilang kurang tidur, juga lelah akibat perjalanan yang lumayan jauh dan memakan waktu. Sambil menunggu makanan di perut terolah dengan sempurna, kami memutuskan untuk bersantai dulu di sofa panjang yang disediakan di Warung Indonesia. Angin semilir yang menerpa, perut kenyang, dan lelah yang menyerang, membuat saya sukses tertidur selama beberapa menit. Beruntung saya dibangunkan oleh suara berisik Reza dan Lika yang bersiap untuk membayar makanan yang sudah kami pesan.

Selanjutnya, kami berjalan ke pantai Timur Gili Trawangan. Lokasi cafe serta restoran berjejer menawarkan keunggulannya masing-masing. Kami melewati jalan-jalan kecil di perumahan warga lokal. Setelah memilih-milih, kami akhirnya memutuskan Rudy’s Bar sebagai tempat pilihan selanjutnya.

Setelah sempat berargumen perihal minuman yang akan kami pesan, kami memutuskan untuk memesan satu pitcher vodka-red bull. Kami memang sempat berargumen soal minuman ini. Maklum, saat kami memesan, waktu masih menunjukkan pukul 7 malam. Masih terlalu sore untuk mabuk. Satu pitcher vodka-red bull datang dengan seloyang pizza yang dipesan oleh Lika. Makanan yang tepat ternyata sebagai teman minum malam itu.

Sampai sekitar pukul 10 malam, kami berempat sudah menghabiskan 4 pitcher minuman. Dua pitcher Vodka-redbull, satu pitcher vodka-orange, dan satu pitcher vodka-watermelon juice. Tidak lupa dua botol besar bir Bintang. Mabuk? Tidak terlalu. Tapi kami sudah mulai berisik dan mulai tidak menghiraukan keadaan dan pengunjung sekitar kami. Bahkan Saya, Reza, dan Anka, sampai tidak menyadari bahwa ada 3 turis asing wanita yang duduk di meja sebelah kami, dan sudah memperhatikan kami sedari tadi. Menurut Lika, mereka menunggu untuk diajak bersenang-senang bersama. Tapi apa daya. Kami sudah terlalu asik sendiri, dan memang pada dasarnya kami kurang pede untuk mingle dan flirting begitu saja (cemen ya?).

Badan yang lelah ditambah dengan asupan makanan dan alkohol yang lumayan banyak, membuat kantuk yang menyerang makin menjadi. Sekitar pukul 11 malam, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Beristirahat, bersiap untuk hari esok. Malam ini kami masih tumplek blek di satu kamar. Karena kamar sebelah masih diisi oleh turis lainnya. Reza, Lika, dan Anka tidur di kasur utama, sementara saya memutuskan untuk merebahkan tubuh ini di extra bed yang tersedia. Musik mengalir melalui earphone saya, dan siap mengantar saya ke alam mimpi. Tapi ternyata belum saatnya untuk tidur. Karena Lika masih berkicau dengan suara cemprengnya. Malam itu entah kenapa Lika terdengar lebih bawel dari biasanya. Kontrol tubuhnya pun tidak prima. Seringkali dia terlihat hampir terjatuh, atau menabrak lemari atau barang apa pun yang ada di kamar. Saya pun teringat kalimat yang pernah diucapkannya, “aku itu kalau mabuk pasti jadi berisik,” maka bisa dipastikan bahwa Lika malam itu mabuk.


On the playlist:
T-Rex: 20th Century Boy
Ace of Base: The Sign
Vampire Weekend: Holiday
Iwa K.: Bebas
Monkey to Millionaire: Strange is the Song in Our Conversation
John Mayer: Who Says
Mark Ronson & The Business Intl: Bang Bang Bang
Blink 182: What’s My Age Again?
Graham Coxon: Feel Alright
Albert Hammond Jr.: Back to the 101
The Foundations: Build Me Up Buttercup

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Boleh tau nomer teleponnya si wen?

Unknown mengatakan...

boleh dong..
wen: 081907072201

@myybt mengatakan...

nice post :D
rencana mau ke gili sendirian, tapi bingung turun dari bandara ke bangsalnya naek apa
tarif bus damri & taxi nya kira-kira berapa ya mas?

Unknown mengatakan...

dari bandara naik bis damri dulu sampe senggigi, bayar 35ribu kalo gak salah..abis itu tlp taxi bluebird, minta dijemput di pool damri senggigi untuk diantar ke bangsal. :)

d-Queen mengatakan...

Mendingan naik damri itu 25rbu ko,sampai bandara praya lombok-sebelah kiri ada pos penjualan tiket damri,turun di Kebunroe atau ga di Jayakarta hotel naik taksi lewat pusuk aja yg bnyak monyetnya,itu cuma 75ribuan dbanding lewat senggigi bisa 150-200...