A man is a success,
if he gets up in the morning,
and gets to bed at night,
and in between...
he does what he wants to do.
Bob Dylan.

a bunch of this and that

Maret 12, 2008

D-Day part 2

Day 2. It’s the D-Day. This is it. This is the time. This is the moment I’ve been waiting for. Robert Smith and friends are gonna rocking my night, my mind, my heart, my brain, my feeling, all I have in me.

A NIGHT WITH THE CURE

LIVE IN SINGAPORE

TONITE!

Yap! Akhirnya sampai juga kaki ini di Singapore Indoor Stadium. Kali ini, hanya saya dan temen saya, Teguh, yang turun dari taksi. Pasalnya, saudara saya, Aji, tidak ikut dalam rangkaian “naik haji” ini. Maka, dia memutuskan untuk menunggu kami di studio miliknya di daerah Geylang.

Deg-degan? Pasti!

Ini adalah konser yang akan jadi salah satu momen terpenting dalam hidup saya. Tanpa banyak basa basi, saya dan Teguh langsung melangkahkan kaki, menuju kerumunan orang-orang.

Ternyata, ada beberapa wajah yang akrab disana.

Ada Oom Leo-nya Goodnight Electric! Ada juga Wendi a.k.a. Wenz Rawk-nya Rolling Stone. Hebat!

“Eh, lo festival kan? Kok belum ngantri? Setahu gue antriannya udah panjang lho!” ujar Oom Leo mengingatkan saya.

Waduh! Keruan saya langsung berlari menuju pintu masuk untuk mengantri. Dan benar saja, antrian sudah terlihat lumayan panjang. wah, gawat nih. Saya bisa melihat rombongan whisperdesire ada di antrian depan. Selain itu, ada juga Marsha dari Trax FM, yang berada tidak jauh dari mereka. Maka, saya memutuskan untuk langsung masuk dalam antrian. Untung, saya berada tidak jauh dari Marsha.

Singkat cerita, antrian berlangsung lancar. Cepat, tidak bertele-tele. Saya agak tertahan saat body checking. Rupanya pemeriksaan mereka sangat ketat! Kurang lebih saya menghabiskan sekitar 2 menit disini.

Buang-buang waktu! pikir saya dalam hati.

Selesai dengan urusan body checking, saya langsung berlari kedalam Singapore Indoor Stadium. Untung saja belum begitu banyak orang di depan panggung. Inisiatif, saya langsung menuju kerumunan dimana banyak wajah yang familiar. untuk menembus kedepan, diperlukan tekad ala Indonesia rupanya. Dengan muka tebal, saya menerobos kerumunan di depan panggung, dan berhasil mendapatkan spot paling nyaman. Menurut saya.

Saya berada di sebelah anak-anak whisperdesire. maka saya langsung memulai percakapan dengan mereka. Menebak-nebak lagu yang akan dibawakan oleh The Cure malam itu. Secara tidak sengaja, ternyata di sebelah kanan saya, ada Betmen dan Nasta. Pasangan ini rupanya berhasil menerobos kedepan juga! Hehehe.

Saya berada tepat di tengah, tepat di depan stand mic yang akan digunakan oleh Robert Smith nantinya. Lovely! Tempat ini pas sekali!

Tidak berapa lama kemudian, suasana makin bikin merinding. Lampu stadion dimatikan. Gelap gulita selama beberapa detik. Teriakan-teriakan histeris penonton mulai terdengar. Saya pun langsung berteriak begitu sesaat kemudian, lampu yang berderet diatas panggung, menggantikan backdrop, dinyalakan.

Sebentar lagi mereka keluar! Mereka akan naik panggung! ujar saya dalam hati.

benar saja. beberapa saat kemudian, satu persatu personil The Cure mulai naik ke atas panggung. Dan saat Robert Smith berada tepat di depan wajah saya, histeria itu tak terelakkan lagi. Saya berteriak sekencang dan sepanjang mungkin, yang saya bisa.

Naik haji dimulai!

Tanpa banyak basa basi, mereka langsung membuka set dengan Open. Ribuan penonton yang kebanyakan warga Indonesia (tebakan saya!) langsung bergoyang mengikuti irama lagu yang mengalun. Saya mulai merasakan adrenaline rush. merinding!

Malam itu, Robert Smith masih terlihat sebagai sosok yang menginspirasi, dan penuh karisma dengan rambut acak-acakan dan setelan serba hitamnya. Tidak diragukan lagi, sosok itulah yang sukses meng-influence ribuan pecinta musik di seluruh dunia.

Memang tidak terdengar instrumen keyboard dari atas panggung malam itu. Sedikit banyak itu mengurangi nilai keutuhan dari lagu mereka. Tapi, hal itu tertutupi dengan sound maksimal, dan lighting yang fantastis. Terlebih lagi, hal itu tertutupi dengan perasaan senang luar biasa yang saya alami.

Robert Smith memang kurang komunikatif dengan penonton. Hanya sesekali dia terdengar mengucapkan thank you, di sela-sela pergantian lagu. Itu malah menambah kelengkapan sosok The Cure sebagai band gelap, muram, gloomy, yang pemalu.

Lagu kedua, Fascination Street membuat penonton makin menggila. Koor massal terdengar di seantero stadion. Tapi, penonton benar-benar terbakar di lagu ketujuh, berjudul The End of the World. Saya pun makin bersemangat, dan makin lantang mengucapkan kata demi kata yang ada di lirik-lirik lagu mereka.

Highlight paruh pertama untuk saya, adalah saat mereka menyanyikan hits, Lovesong. Saat intro lagu tersebut dimainkan, badan ini rasanya bergetar hebat! Sial! Ini Lovesong! Tentu saja saya harus bernyanyi dengan sekuat tenaga! Terlihat di kiri kanan saya, anak-anak whisperdesire dan Betmen juga bernyanyi penuh semangat. Saya pun tidak ingin melewatkan sedetik pun lagu tersebut. Tanpa disangka, di tengah lagu, saya menitikkan air mata. Terharu? Teringat kenangan lama akan lagu tersebut? Entah yang mana. Yang pasti, air mata tersebut mengalir dengan jujur, hanya untuk The Cure.

Tanpa henti, mereka menggeber lagu berikutnya, Push.

Setelahnya, kembali momen yang jadi highlight untuk saya. Mereka menyanyikan Pictures of You! Gila! Ini bisa membuat saya kolaps! Tidak, saya harus tetap sadar untuk bisa menyaksikan aksi mereka detik demi detik, sampai akhir konser!

there is nothing in the world, that i ever wanted more...

than to feel you deep in my heart...

there is nothing in the world, that i ever wanted more...

than to never feel the breaking apart...

all my pictures of you...

Sial! bait demi bait lagu tersebut sukses membuat saya kembali menitikkan air mata untuk kedua kalinya! Shite! Saya tetap meloncat-loncat sambil berteriak menyanyikan lagu tersebut dengan syahdu. Namanya juga naik haji, harus sepenuh hati bukan?

Lagu ketujuh belas, menjadi sajian tersendiri. Terdengar intro lagu In Between Days dari atas panggung. Saya langsung berteriak, meloncat, dan menari mengikuti irama lagu yang ceria. Ekspresi kegembiraan ini masih berlanjut kala mereka menyambung lagu tersebut, dengan lagu selanjutnya yang melegenda. Friday I’m In Love!

Hwa! Sial! Saya jadi teringat masa lalu! tidak bisa dipungkiri bahwa lagu ini berperan juga dalam kehidupan saya. dan turut mendukung saya untuk mencintai The Cure.

Koor massal penonton kembali terjadi. Sedangkan Robert Smith tetap terlihat bernyanyi dengan penuh penjiwaan di atas panggung. Momen yang menakjubkan. Tentunya saya tidak melewatkan momen ini untuk bernyanyi sepenuh hati.

The Cure memang gila. Tanpa jeda, mereka kembali menggenjot penonton yang sudah panas, dengan melantunkan hits legendaris mereka lainnya, Just Like Heaven. Shite! This is my favourite song of all! Langsung saya menari dan bernyanyi sepenuh hati. Terlintas kenangan akan lagu ini di benak saya. Dan kembali, air mata menetes dari pelupuk mata ini.

you...soft and only...

you...lost and lonely...

you...strange as angel...dancing in the deepest ocean...

twisting in the water...

you’re just like a dream...

Para personil The Cure sempat berjalan ke belakang panggung, seakan bakal mengakhiri konser, setelah menyanyikan End. Tentu saya tidak terima! Saya langsung berteriak kalimat wajib di setiap konser, we want more. Tentunya ini saya teriakkan bersama ribuan penonton lainnya.

Tanpa basa basi, Robert Smith dan teman-teman kembali naik panggung untuk memberi encore. Tanpa disangka, mereka langsung melantunkan Let’s Go To Bed, Close To Me, dan Why Can’t I Be You. Encore yang sangat berkualitas dan memuaskan!

Selepas Why Can’t I Be You, mereka kembali menghilang dari atas panggung. Selesai? Sial! Saya kurang puas! mereka belum menyanyikan Boy’s Don’t Cry! Ternyata, mereka memberi encore tambahan. Berupa Three Imaginary Boys, Fire In Cairo, Boy’s Don’t Cry, Jumping Someone Else’s Train, Grinding Halt, 10.15 Saturday Night, dan penutup yang sempurna, Killing An Arab. Yes! Saya bisa mendengar mereka menyanyikan hits-hits lawas mereka. Saat mereka menyanyikan Boy’s don’t Cry, saya hampir menitikkan air mata untuk kesekian kalinya. Tapi saya tahan sebisa mungkin. Karena akan bertolak belakang dengan judul lagu tersebut. Total konser selama 3 setengah jam, membuat kaki saya lemas. Saat lampu stadion menyala tanda konser selesai, saya langsung terjatuh. Hampir tidak bisa berdiri. Saya ditolong oleh anak-anak whisperdesire, Marsha Trax FM, dan Betmen. Terima kasih teman! Total puluhan lagu sukses dibawakan dengan sempurna. Sayang, mereka tidak membawakan Trust, dan Doing The Unstuck.

Konser yang hebat! Dan tidak salah lagi, ini adalah salah satu momen terpenting, dan terindah dalam hidup saya.

Set List:

Set utama:

(Intro)

Open

Fascination Street

Strange Day

The Blood

A night like this

The Walk

The End of the World

Lovesong

Push

Pictures of You

Lullaby

Kyoto Song

Hot Hot Hot!

Alt.End

The Drowning Man

From the edge of the deep green sea

In Between Days

Friday I'm in Love

Just like heaven

Primary

If only tonight we could sleep

The Kiss

Shake dog Shake

Never enough

Wrong number

100 years

Shiver and shake

End

Encore pertama:

Let's go to bed

Close to me

Why Can't I be you

Encore kedua:

Three imaginary boys

Fire in Cairo

Boys don't cry

Jumping someone else's train

Grinding Halt

10.15 Saturday night

Killing an arab

Mr. Robert Smith...

I am a boy...and I was crying in front of you...

I am sorry...

thanks for all your words...your music...

thank you The Cure...

lovely...

3 komentar:

Anonim mengatakan...

demi the cure gue rela ngga lulus 1 mata kuliah..
but it's all worth it ya nyet?

elsara mengatakan...

ngemeng mulu nih qtink.. udah stop.. udah setahun yg lalu itu.. tapi luka ini msh menganga... oh bang robert.. kembalilah lagi.. :(

Unknown mengatakan...

kalo mereka ke spore lagi tahun ini, atau awal tahun depan, tertarik nonton rap?